Suasana hijau nan asri tampak menghiiasi halaman masjid
Agung Pelembang di Jendral Sudirman
Palembang Sumatera Selatan.Lahan yang terletak di bundaran kota Palembang dan dekat
pasar tradisional 16 Ilir ini sangatlah megah . Namun, jika dilihat lebih
mendalam di kawasan Masjid agung
tersebut banyak di temui para gepeng berkeliaran mencari uang dengan cara
meminta-minta dengan modal menadahkan kedua
tangannya dan satu mangkuk kosong mereka sudah dapat meneriam uang dari
orang-orang yang sholat disana.
Gepeng atau pengemis adalah suatu pekerjaan yang sangat merusak
keindahan kota. Bagaimana tidak? Para gepeng
hanya bisa berdiam diri mengarap uang datang menghampirinya, sehingga
menjadikanya seorang yang pemalas dan tidak pernah bekerja keras.
Sementara itu, Kamis 18 Oktober 2012 pukul 13:10 WIB kami
selaku wartawan J02 yang beranggotakan tiga mahasiswi yaitu Khairunisa, Kurnia, Mellyani Letari
melakukan wawancara terhadap tiga orang gepeng
untuk mendapatkan biodata diri mereka.
Dari data yang di peroleh, pengemis tersebut bernama Sauna bertempat tingal di Jakabaring
dekat pesar Induk jembatan satu, dia berasal dari pemulutan, penghasil yang di dapat saat menjadi pengemis dalam
satu hari Rp. 20.000 sampai Rp.25.000, dia beropersi sebagai pengemis setelah sholat Dzuhur kira –kira pukl 13:00
WIB sampai dengan pukul 16:00 WIB,
selain sebagai pengemis ibu Sauna juga bekerja mengambil barang bekas
“pemulung”.
“Saya bekerja sebagai
peminta-minta hanya di Masjid Agung tidak pernah pindah tempat misalnya di
jembatan penyebrangan Intrnasional Plaza atau jembatan lainnya karena kalau
dimasjid Agung selain banyak orang yang
beribadah banyak juga di temui orang yang ingin
bersedekah” jelas ibu Sauna.
“bagaimana
kondisi keluarga ibu di rumah ?” tanya
Melly selaku crew kodak
“ Ibu mempunyai empat
orang anak perempuan dan satu anak laki-laki, anak perempuan ibu semuanya telah menikah dan sekarang tinggal dengan
suaminya di Jalur, satunya lagi yang laki-laki masih tinggal bersama dengan
ibu, ia bekerja sebagai kuli angkut
sayur kubis di Pasar Induk Jakabaring, meskipun bekerja namun masih saja kami
kekurangan uang untuk makan karena uang
yang diperoleh dari kuli hanya cukup untuk biaya dia sendiri” tutur
Sauna kembali
Seiring
perkembangan, daerah kota Palembang menjadi kawasan padat dan ramai. Bahkan
kawasan ini pernah mendapat
kategori 10 kota terbesar yang ada di
indonesia pada tahun 2007 menurut Michael Andreas. Namun, dengan menjadi kategori
sebagai kota terbesar di Indonesia dapat menimbulkan dampak negaifnya jugasebab kota Palembang sebagai
kota yang padat akan penduduk tetapi rendah akan lapangan, apabila
dibiarkan secara alami akan
berpengaruh terhadap kondisi
sosial ekonomi masyarakat secara keseluruhan.
Dengan demikian permasalahan ini
menjadi salah satu permasalahan kota yang
sangat penting ditanggulangi,
karena akan menimbulkan permasalahan lain yang
berkaitan dengan keamanan masyarakat
secara umum .
Dikatakan
Sauna penyebab ia bekerja sebagai pengemis karena lima bulan yang lalu rumahnya
terbakar sampai tidak ada barang yang
tersisa sehingga rumahnya yang sekarang seperti lapangan bola tidak ada barang
lagi di rumahnya. Namun ia juga merasa malu saat harus mengemis tapi apalah daya
demi membeli beras da kebutuhan hidup.
Di
selah wawancara ibu sauna juga mengaku
bahwa suaminya hanyalah seorang pemulung , tetapi saat ini suamianya
tidak bekerja karena lagi sakit batuk dan juga jarang ada di rumah demi berobat
di rumah orang tuanya. Dia juga mengatakan sebelum menjadi pengemis ia prnah
menjadi seorang buruh cuci namun ia merasa sangat lelah sebab barang yang
dicucinya hanyalah celana jeans.
Dari hasil wawancara di
atas dapat disimpulkan bahwa masalah
yang ada di kota Palembang sangatlah rumit untuk di selsesaikan apalagi
menertibkan para pengemis agar jangan sampai berkeliaran di kota BARI yang
indah ini. Namun dengan fasilitas
pelayanan yang selalu diberikan kepada orang yang kurang mampu lebih menjadikan
mereka hanya menunggu untuk di beri bukan bertekad untuk mengembangkan fasilat
yang di berikan oleh pemrintah misalnya berinisiatif dengan membuka usaha dari
modal yang yang mereka teriam dari
pemerinta
 |
| Foto ini diambil sebagai tugas Antropologi Budaya saat semseter 1 |