Kampungku Adalah Surga
Kampungku
adalah surga. Aku berkata sejujurnya.
Itu yang aku rasakan sejak kecil. Meski sudah lebih dari enam tahun kuliah di Madinah, tetap saja
setiap kali aku pulang ke kampong aku merasakan kembali menemukan surga. Di Madinah Al Munawarah
aku merasa berada di surga,
ada Raudhah di dalam
Masjid Nabawi yang benar-benar taman surga. Dan kembali ke kampung berarti menemukan
surga
yang lain.
Bau
kampungku adalah surga.
Semilir sejuk
angin yang
berhembus dari rangkain
Pegunungan Bromo-Tengger-
Sumeru adalah surga. Kesuburan tanahnya, jangan kau tanya, itu adalah tanah
surga. Pemandangan alamnya indah. Kalau kau memandang ke timur, kau akan
menjumpai Indahnya Danau Klakah dengan latar belakang gunung Lamongan yang
gagah. Disebelah utara, kau bisa mendapati perawahan yang hijau, atau menguning.
Di sebelah barat,
kau bisa menikmati
jajaran Brom-Tengger-Semeru. Dan
di bagian selatan, kau bisa menjumpai tanah perkebunan. Kalau kau mau kuajak
naik Gunung Lamongan kau akan menikati indahnya pemandangan kampungnya yang ada
di tepi Danau Ranu Klakah. Kau juga bisa menikmati inahnya kota Lumajang dan nun jauh di
selatan
akan tampak Laut selatan jawa yang kebiruan
Itulah
sepenggalan kalimat cinta kegalauan anak muda yang bernama Fahmi dalam novel
Api Tahuid yang menjadi kalimat pembuka yang dibacakan ustadz Habiburrahman
pada Seminar Api Tauhid dan Bedah Buku pada hari senin, 14 Agustus 2014 di
Majsid Al-Aqobah Kawasan PT. Pupuk Sriwjaya (Pusri) Palembang.
Untaian
kalimat yang digambarkan bercerita sesosok
Fahmi yang mengagunggkan kota kelahirannya Lumajang, Jawa Timur sebagai Surga kedua yang diletakkan oleh
Allah SWT diatas muka bumi. Baginya, surga pertama yang diletakkan Allah SWT
adalah taman indah yang ada di Masjid Nabawi, kota Madinah yang bernama Raudoh.
Dimana antara rumah rasulullah dan hingga ke mimbarnya Rasulullah.
Fahmi, sebagai tokoh utama dalam Novel
Api Tauhid, sangat merindukan kota kelahirannya, Lumajang. Baginya, kota
Lumajang menjadi tempat yang dirindukannya saat berada di Madinah. Selama mengenyam ilmu di Universitas
Islam Madinah Fahmi merasakan kegalauan yang membuat keceriahannya menghilang .Namun,
kecintaan Fahmi kepada Allah, membuatnya tidak pernah untuk bercerita semua isi
hatinya kepada teman-temannya. Baginya semua kegalauan yang dialamani cukup
Allahsebagai tempat mencurahkan isi hatinya. Madinah, Lumajang dan Negara Turki
menjadi benteng lokasi dari Novel Api Tauhid Karya Ustadz Habiburrahman
El-Shirazy.
Istanbul sebagai kota yang cantik, Konya kota cinta yang
terkenal dengan sejarah Seljuk, Isparta dengan kota mawarnya, Sanliurfa dengan
menyimpan satu versi nabi Ibrahim yang dibakar dan gua nabi Ibrahim saat
disembunyikan ibunya. Selain itu Bursa sebagai kota pusat pemerintahan Turki
Ustmani sebelum pindah ke Konstatinopel dan juga Burla dengan pemandangannya
yang menakjubkan menjadi benteng lokasi seorang Fahmi dalam Novel.
Dalam
kisah perjalanannya, kegalaun Fahmi membuat dirinya beri’tikaf di masjid Nabawi
selam 40 Hari untuk menghatamkan Al-Qur’an sebanyak 40 kali. Namun, Fahmi gagal
menjalankan misinya untuk menuntaskan hataman Al-Qur’an. Mengetahui terjadi
sesuatu kegalauan pada Fahmi, seorang temannya Hamza berinisiaf untuk mengaja Fahmi
mengenal sosok Syeikh yang sangat menginspirasi di Turki pada perang dunia I
saat melawan masa pemerintahan Muastafa Kemal Attaturk yang sangat sekuler.
Dialah
Syekh Said Nursi asal Desa Nurs, yang
diberi gelar Badiuzzaman (Keajaiban Zaman) oleh Gurunya Muhammed Emin Efendi. Syekh Said Nursi
adalah sosok yang sangat mengagumkan, saat usia 15 tahun Said
Nursi telah mampu mengafal 80 kitab dan juga telah hafal al-Qur’an. Dilahirkan
dari orang tua yang sederhana dan berhati suci. Said Nursi saat bayi tidak
pernah disusui oleh ibunya dalam keadaan tidak suci. Saat menyusui, ibu Said
Nursi harus berwudhu terlebih dahulu agar apapun yang termakan oleh Said Nursi
tetap halal dan suci. Kebaikan ibu Said Nursi juga tergambar dari kesehariannya
sebagai peternak. Saat ingin melepaskan sapi ibu Said Nursi harus mengikat
semua mulut sapi denga tali terlebih dahulu. Karena,saat dijalan hal yang
ditakut, sapi tersebut akan memamakan
rumput bukan miliknya. Begitu sucinya orang tua Syekh Said Nursi.
Dalam
cerita Api Tauhid Syekh Nursi sangat memperjuangkan Islam, dengan berani Siad
Nursi selalu melawan Mustafa Kemal Attaturk penganut faham sekuler ketika ingin
menumbangkan menumbangkan Turki Islami. Said Nursi Selalu berada di garda depan
untuk mempertahankan agama Allah. Pada massa pemerintahan Kemal Attaturk, semua
hal yang berbau islami tidak diperbolehkan di Turki. Masyarakat tidak
diperbolehkan untuk mengumandangkan
Azan, Menggunakan Bahasa Arab, tidak boleh memakai juba. Sebanyak 90 masjid
yang ada di Istanbul di tutup, selain itu kantor islam yang ada di Turki tidak
diperbolehkan beroperasi sehingga banyak masyarakat Turki yang tidak ada tempat
untuk bertanya tentang isalam, dan ironis sekali ketika kantor-kantor islam
diubah menjadi club dansa oleh orang-orang Muastafa Kemal. Banyak ulama yang di
penjara dan dihukum gantung jika berani menentang Mustafa Kemal.
Saat
Syekh Nursi berani menentang dan akhrinya di penjara selam 25 tahun. Tidak
membuat said Nursi berhenti memperjuangkan Agama Allah. Dalam penjara said
Nursi banyak menulskan karya-karyanya. Selainitu, di dalam penjara Said Nursi
tetap berbagi ilmu pengetahuan dan berdwah bersama orang-orang yang ada di penjara. Said Nursi kemudian
menyebarkan tulisa-tulisannya kepada murid-muridnya. Sehingg Api Tauhid tidak
pernah redup walaupun dalam keadaan di penjara sekalipun.
Selain
kisah perjalan Fami yang mencari tahu sejarah Syekh Said Nursi di Turki, Negara
ini juga menjadi setting latar kisah Romansa Cinta Fahmi dengan Perempuan Turki
yang bernama Nuzula.
0 komentar:
Posting Komentar