Kamis, 30 April 2015

Api Tauhid, Antara Romansa dan Sejarah


Kampungku Adalah Surga
Kampungku adalah surga. Aku berkata sejujurnya. Itu yang aku rasakan sejak kecil. Meski sudah lebih dari enam tahun kuliah di Madinah, tetap saja setiap kali aku pulang ke kampong aku merasakan kembali menemukan surga. Di Madinah Al Munawarah aku merasa berada di surga, ada Raudhah di dalam Masjid Nabawi yang benar-benar taman surga. Dan kembali ke kampung berarti menemukan surga yang lain.
Bau kampungku adalah surga. Semilir sejuk angin yang berhembus dari rangkain Pegunungan Bromo-Tengger- Sumeru adalah surga. Kesuburan tanahnya, jangan kau tanya, itu adalah tanah surga. Pemandangan alamnya indah. Kalau kau memandang ke timur, kau akan menjumpai Indahnya Danau Klakah dengan latar belakang gunung Lamongan yang gagah. Disebelah utara, kau bisa mendapati perawahan yang hijau, atau menguning. Di sebelah barat, kau bisa menikmati jajaran Brom-Tengger-Semeru. Dan di bagian selatan, kau bisa menjumpai tanah perkebunan. Kalau kau mau kuajak naik Gunung Lamongan kau akan menikati indahnya pemandangan kampungnya yang ada di tepi Danau Ranu Klakah. Kau juga bisa menikmati inahnya kota Lumajang dan nun jauh di selatan akan tampak Laut selatan jawa yang kebiruan
Itulah sepenggalan kalimat cinta kegalauan anak muda yang bernama Fahmi dalam novel Api Tahuid yang menjadi kalimat pembuka yang dibacakan ustadz Habiburrahman pada Seminar Api Tauhid dan Bedah Buku pada hari senin, 14 Agustus 2014 di Majsid Al-Aqobah Kawasan PT. Pupuk Sriwjaya (Pusri) Palembang.
Untaian kalimat yang digambarkan bercerita sesosok Fahmi yang mengagunggkan kota kelahirannya Lumajang, Jawa Timur  sebagai Surga kedua yang diletakkan oleh Allah SWT diatas muka bumi. Baginya, surga pertama yang diletakkan Allah SWT adalah taman indah yang ada di Masjid Nabawi, kota Madinah yang bernama Raudoh. Dimana antara rumah rasulullah dan hingga ke mimbarnya Rasulullah.
Fahmi, sebagai tokoh utama dalam Novel Api Tauhid, sangat merindukan kota kelahirannya, Lumajang. Baginya, kota Lumajang menjadi tempat yang dirindukannya saat berada di Madinah. Selama mengenyam ilmu di Universitas Islam Madinah Fahmi merasakan kegalauan yang membuat keceriahannya menghilang .Namun, kecintaan Fahmi kepada Allah, membuatnya tidak pernah untuk bercerita semua isi hatinya kepada teman-temannya. Baginya semua kegalauan yang dialamani cukup Allahsebagai tempat mencurahkan isi hatinya. Madinah, Lumajang dan Negara Turki menjadi benteng lokasi dari Novel Api Tauhid Karya Ustadz Habiburrahman El-Shirazy.
Istanbul sebagai kota yang cantik, Konya kota cinta yang terkenal dengan sejarah Seljuk, Isparta dengan kota mawarnya, Sanliurfa dengan menyimpan satu versi nabi Ibrahim yang dibakar dan gua nabi Ibrahim saat disembunyikan ibunya. Selain itu Bursa sebagai kota pusat pemerintahan Turki Ustmani sebelum pindah ke Konstatinopel dan juga Burla dengan pemandangannya yang menakjubkan menjadi benteng lokasi seorang Fahmi dalam Novel.
Dalam kisah perjalanannya, kegalaun Fahmi membuat dirinya beri’tikaf di masjid Nabawi selam 40 Hari untuk menghatamkan Al-Qur’an sebanyak 40 kali. Namun, Fahmi gagal menjalankan misinya untuk menuntaskan hataman Al-Qur’an. Mengetahui terjadi sesuatu kegalauan pada Fahmi, seorang temannya Hamza berinisiaf untuk mengaja Fahmi mengenal sosok Syeikh yang sangat menginspirasi di Turki pada perang dunia I saat melawan masa pemerintahan Muastafa Kemal Attaturk yang sangat sekuler.
Dialah  Syekh Said Nursi asal Desa Nurs, yang diberi gelar Badiuzzaman (Keajaiban Zaman) oleh Gurunya  Muhammed Emin Efendi. Syekh Said Nursi adalah  sosok yang  sangat mengagumkan, saat usia 15 tahun Said Nursi telah mampu mengafal 80 kitab dan juga telah hafal al-Qur’an. Dilahirkan dari orang tua yang sederhana dan berhati suci. Said Nursi saat bayi tidak pernah disusui oleh ibunya dalam keadaan tidak suci. Saat menyusui, ibu Said Nursi harus berwudhu terlebih dahulu agar apapun yang termakan oleh Said Nursi tetap halal dan suci. Kebaikan ibu Said Nursi juga tergambar dari kesehariannya sebagai peternak. Saat ingin melepaskan sapi ibu Said Nursi harus mengikat semua mulut sapi denga tali terlebih dahulu. Karena,saat dijalan hal yang ditakut, sapi tersebut akan  memamakan rumput bukan miliknya. Begitu sucinya orang tua Syekh Said Nursi.
Dalam cerita Api Tauhid Syekh Nursi sangat memperjuangkan Islam, dengan berani Siad Nursi selalu melawan Mustafa Kemal Attaturk penganut faham sekuler ketika ingin menumbangkan menumbangkan Turki Islami. Said Nursi Selalu berada di garda depan untuk mempertahankan agama Allah. Pada massa pemerintahan Kemal Attaturk, semua hal yang berbau islami tidak diperbolehkan di Turki. Masyarakat tidak diperbolehkan  untuk mengumandangkan Azan, Menggunakan Bahasa Arab, tidak boleh memakai juba. Sebanyak 90 masjid yang ada di Istanbul di tutup, selain itu kantor islam yang ada di Turki tidak diperbolehkan beroperasi sehingga banyak masyarakat Turki yang tidak ada tempat untuk bertanya tentang isalam, dan ironis sekali ketika kantor-kantor islam diubah menjadi club dansa oleh orang-orang Muastafa Kemal. Banyak ulama yang di penjara dan dihukum gantung jika berani menentang Mustafa Kemal.
Saat Syekh Nursi berani menentang dan akhrinya di penjara selam 25 tahun. Tidak membuat said Nursi berhenti memperjuangkan Agama Allah. Dalam penjara said Nursi banyak menulskan karya-karyanya. Selainitu, di dalam penjara Said Nursi tetap berbagi ilmu pengetahuan dan berdwah bersama  orang-orang  yang ada di penjara. Said Nursi kemudian menyebarkan tulisa-tulisannya kepada murid-muridnya. Sehingg Api Tauhid tidak pernah redup walaupun dalam keadaan di penjara sekalipun.
Selain kisah perjalan Fami yang mencari tahu sejarah Syekh Said Nursi di Turki, Negara ini juga menjadi setting latar kisah Romansa Cinta Fahmi dengan Perempuan Turki yang bernama Nuzula. 

0 komentar:

Posting Komentar

 

JEJAK DALAM KERTAS Template by Ipietoon Cute Blog Design